Tag Cloud

Pengikut

Archive

Jumat, 25 Februari 2011

menantu sexy

Berdiri di depan pintu rumahku, menantu permpuanku, Mirna, mendekatkan kepalanya ke arahku dan berbisik, “Kalau Ayah mau… aku nggak menolak.” Dia memberiku sebuah kecupan ringan di pipi, dan berbalik lalu berjalan menyusul suami dan anaknya yang sudah lebih dulu menuju ke mobil. Yoyok menempatkan bayinya pada dudukan bayi itu, dan seperti biasanya, dia terlalu jauh untuk mendengar apa yang dibisikkan istrinya tercintanya terhadap Ayah kandungnya.

Mirna melenggang di jalan kecil depan rumah dengan riangnya bagai seorang gadis remaja yang menggoda. Yoyok tak mengetahui ini juga, ini semua dilakukan istrinya hanya untukku…

Mungkin kalian mengira aku terlalu mengada-ada soal ini, tapi kenyataannya apa yang Mirna lakukan ini tidak hanya sekali ini saja. Dan sejak aku tak terlalu terkejut lagi, aku merasa ada sesuatu yang hilang jika dia tidak melakukannya saat berkunjung ke rumahku. Aku merasa ada getaran pada penisku, dan sebagai seorang lalaki biasa yang masih normal, pikiran ‘andaikan…’ yang wajar menurutku selalu hadir di benakku.

Mirna adalah seorang wanita yang bertubuh mungil, tapi meskipun begitu ukuran tubuhnya tersebut tak mampu menutupi daya tarik seksualnya. Sosoknya terlihat tepat dalam ukurannya sendiri. Dia mempunyai rambut hitam pekat yang dipotong sebahu, dia sering mengikatnya dengan bandana. Dia memiliki energi dan keuletan yang sepengetahuanku tak dimiliki orang lain. Sebuah keindahan nan elok kalau ingin mendiskripsikannya. Dia selalu sibuk, selalu terlihat seakan dikejar waktu tapi tetap selalu terlihat manis. Dia masuk dalam kehidupan keluarga kami sejak dua tahun lalu, tapi dengan cepat sudah terlihat sebagai anggota keluarga kami sekian lamanya.

Yoyok bertemu dengannya saat masih kuliah di tahun pertama. Mirna baru saja lulus SMU, mendaftar di kampus yang sama dan ikut kegiatan orientasi mahasiswa baru. Kebetulan Yoyok yang bertugas sebagai pengawas dalam kelompoknya Mirna. Seperti yang sering mereka bilang, cinta pada pandangan pertama.

Mereka menikah di usia yang terbilang muda, Yoyok 23 tahun dan Mirna 19 tahun. Setahun kemudian bayi pertama mereka lahir. Aku ingat waktu itu kebahagian terasa sangat menyelimuti keluarga kami. Suasana saat itu semakin membuat kami dekat. Mirna mempunyai selera humor yang sangat bagus, selalu tersenyum riang, dan juga menyukai bola. Dia sering terlihat bercanda dengan Yoyok, mereka benar-benar pasangan serasi. Dia selalu memberi semangat pada Yoyok yang memang memerlukan hal itu.

Yoyok dan Mirna sering berkunjung kemari, membawa serta bayi meraka. Mereka telah mengontrak rumah sendiri, meskipun tak terlalu besar. Aku pikir mereka merasa kalau aku membutuhkan seorang teman, karena aku seorang lelaki tua yang akan merasa kesepian jika mereka tak sering berkunjung. Disamping itu, aku memang sendirian di rumah tuaku yang besar, dan aku yakin mereka suka bila berada disini, dibandingkan rumah kontrakannya yang sempit.

Ibunya Yoyok telah meninggal karena kanker sebelum Mirna masuk dalam kehidupan kami. Sebenarnya, tanpa mereka, aku benar-benar akan jadi orang tua yang kesepian. Aku masih sangat merindukan isteriku, dan bila aku terlalu meratapi itu, aku pikir, kesepian itu akan memakanku. Tapi pekerjaanku di perkebunan serta kunjungan mereka, telah menyibukkanku. Terlalu sibuk untuk sekedar patah hati, dan terlalu sibuk untuk mencari wanita untuk mengisi sisa hidupku lagi. Aku tak terlalu memusingkan kerinduanku pada sosok wanita. Tak terlalu.

Bayi mereka lahir, dan menjadi penerus keturunan keluarga kami. Kami sangat menyayanginya. Dan kehidupan terus berjalan, Yoyok melanjutkan pendidikannya untuk gelar MBA, dan Mirna bekerja sebagai Teller di sebuah Bank swasta.

Kunjungan mereka padaku tak berubah sedikitpun, cuma bedanya sekarang mereka sering membawa beberapa bingkisan juga. Tentu saja, diasamping itu juga perlengkapan bayi, beberapa popok, mainan dan makanan bayi.

Beberapa bulan lalu Mirna dan bayi mereka datang saat Yoyok masih di kelasnya. Dia duduk disana menggendong bayinya di lengannya. Dia sedang berusaha untuk menidurkan bayinya. Aku tak tahu caranya, tapi pemandangan itu entah bagaimana telah menggelitik kehidupan seksualku.

“Ngomong-omong… kapan Ayah akan segera menikah lagi?” dia bertanya dengan getaran pada suaranya.
“Aku tak tahu. Aku kelihatannya belum terlalu membutuhkan kehadiran seorang wanita dalam hidupku. Lagipula, aku telah memiliki kalian yang menemaniku.”
“Aku tidak bicara tentang teman. Aku sedang bicara soal seks.” matanya mengedip kearahku saat dia bicara.
“Apa?”
“Ayah tahu, seks.” dia hampir saja tertawa sekarang. “Ketika seorang lelaki dan wanita sudah telanjang dan memainkan bagiannya masin-masing?”
“Ya, aku tahu seks,” aku membela diri. “Lagipula kamu pikir darimana suamimu berasal?”
“Yah, aku hanya khawatir kalau Ayah sudah melupakannya. Maksudku, apa Ayah tak merindukan hal itu?”
“Terima kasih atas perhatianmu, tapi aku sudah terlalu tua untuk hal seperti itu.”
“Hei! Lelaki tak pernah bosan dengan hal itu. Setidaknya begitulah dengan putramu.”
“Anakku jauh lebih muda dariku, dan dia mempunyai seorang istri yang cantik.”
“Terima kasih, tapi aku masih tetap menganggap Ayah membutuhkannya,” dia menekankan suaranya pada kata ‘Ayah’.
“Terima kasih sudah ngobrol,” kataku, masih terdengar sengit. Ada sedikit jeda pada perbincangan itu, saat dia masih menekan kehidupan seksualku. Aku pikir bukanlah urusannya untuk mencampuri hal itu meskipun kadang aku membayangkannya juga.

Dia pandang bayinya, yang akhirnya tertidur, dan memberinya sebuah senyuman rahasia, sepertinya mereka berdua akan berbagi sebuah rahasia besar. Masih memandangnya, tapi dia berbicara padaku, “Kalau Ayah mau… aku nggak menolak.”
“Apa!!!?”
“Aku serius.” Mirna menatapku. “Kalau Ayah menginginkan aku… Ayah adalah seorang lelaki yang tampan. Ayah membutuhkan seks. Disamping itu, aku bersedia, kan?”

Aku pikir dia sedang bercanda. Tapi wanita yang menggoda ini tidak sedang main-main. Tapi tetap saja tak mungkin aku melakukannya dengan istri dari anak kandungku sendiri. “Terima kasih atas tawarannya, tapi kupikir aku akan menolak tawaranmu.” suaraku terdengar penuh dengan keraguan saat mengucapkannya.
Mirna mencibirkan bibir bawahnya, aku tak bisa menduga apa yang sedang dirasakannya. Dia tetap terlihat menawan, dan aku merasa Yoyok sangat beruntung.
Dia bicara dengan pelan. “Dengar, Yoyok tak akan tahu. Maksudku, aku tak akan mengatakannya kalau Ayah juga menjaga rahasia. Dan bukan berarti aku menawarkan diriku pada setiap lelaki yang kutemui. Aku bukan wanita seperti itu dan aku bisa mengatur agar sering berkunjung kemari. Dan aku tahu Ayah menganggapku cukup menarik kan, sebab aku sering melihat Ayah memandangi pantatku.”

Aku tak mungkin menyangkalnya. Mirna mungkin tak terlalu tinggi, tapi dia memiliki bongkahan pantat yang indah diatas kedua kakinya. “Ya, kamu memang memiliki pantat yang indah. Tapi itu bukan berarti kalau aku ingin berselingkuh dengan menantuku sendiri.”

Dia berhenti sejenak, tapi Mirna kelihatannya tak akan menyerah begitu saja. “Yah, tapi jangan lupa. “Kalau Ayah mau… aku nggak menolak.”

Dan itulah awal dari semua ini.

Seiring minggu yang berlalu, entah di sengaja atau tidak, dia seakan selalu berusaha untuk menggodaku, membuat puting sususnya menyentuh dadaku saat dia menyerahkan bayinya padaku untuk ku gendong. Atau dia masukkan jarinya di mulutnya saat Yoyok tak melihat, dan menghisapnya dengan pandangan penuh kenikmatan ke arahku. Suatu waktu dia duduk di lantai dengan kaki menyilang dan sedang bermain dengan bayinya, dia memandangku tepat di mata, tersenyum, dan menyentuh pangkal paha di balik celana jeansnya. Aku tak akan melupakan hal itu. Dan dia entah bagaimana selalu menemukan cara untuk berduaan denganku walaupun sesaat, dan dia memberiku ciuman singkat yang penuh gairah, tepat di bibir. Itu semua dilakukannya berulang-ulang.

“Kalau Ayah mau… aku nggak menolak,” dia berbisik di belakang Yoyok saat suaminya itu sedang memasukkan DVD pada player.
“Kalau Ayah mau… aku nggak menolak,” dia berbisik saat mendekat untuk menyodorkan minuman padaku.
“Kalau Ayah mau… aku nggak menolak,” dia membisikkannya setiap kali dia berpamitan.

Dan sekarang, aku bukanlah terbuat dari batu, dan aku tak akan bilang tingkah lakunya itu tidak memberikan pengaruh terhadapku. Mirna sangat manis dan mungil, dan meskipun setelah melahirkan bayi pertamanya tak membuat tubuhnya berubah seperti kebanyakan wanita. Dia tetap langsing, dan manis, dan dia menawarkan dirinya untuk kumiliki. Tapi aku tak akan memulai langkah pertama untuk tidur dengan menantuku sendiri, tak perduli semudah apapun itu.

Setidaknya itulah yang tetap kukatakan pada diriku sendiri.

Beberapa minggu yang lalu kami semua berkumpul di rumahku untuk melihat pertandingan bola. Aku mengambil beberapa kaleng minuman dan sedang berada di dapur untuk menyiapkan beberapa makanan ringan saat Mirna muncul dari balik pintu itu.

“Hai!” sapanya, membuka pintu dan masuk ke dapur. “Ayah sudah siap untuk pertandingan nanti?”
“Hampir. Aku sedang membuat makanan untuk keluarga kecil kita, dan aku punya beberapa wortel untuk cucuku. Aku pikir dia akan suka dan warnanya sama dengan kesebelasan yang akan bertanding nanti, kan?
Mirna tertawa dan berkata. “Aku rasa dia tak akan perduli. Disamping itu bukankah ada hal lain yang lebih baik yang bisa Ayah kerjakan untukku?”
“Jangan menggodaku. Aku seorang kakek dan aku akan lakukan apa yang menurutku akan disukai oleh cucuku.” aku memandangnya. Mirna berdiri di sana memakai bandana merah kesukaannya diatas rambutnya yang sebahu. Dia memakai kaos yang sedikit ketat yang bahkan tak sampai ke pinggangnya, dan pusarnya mengedip padaku dibalik kaosnya. Kancing jeansnya membuatnya kelihatan seperti anak-anak diera bunga tahun 60an, dan dia memakai sandal dengan bagian bawah yang tebal yang menjadikannya lebih tinggi sepuluh centi. Kuku kakinya dicat merah senada dengan lipstiknya, dan itu menjadi terlihat dengan sangat menarik dibalik denimnya. Dia selalu suka mengenakan perhiasan, dan dia memakainya pada leher, telinga, pergelangan tangan dan bahkan di jari kakinya. Dia membuatku berandai-andai jika saja aku masih remaja, jadi aku dapat memacari gadis sepertinya. Mungkin suatu waktu nanti aku harus pergi ke kampus dan mencari gadis-gadis. Khayalanku terhenti saat menyadari kalau Yoyok dan bayinya tidak mengikutinya masuk. “Mana anggota keluargamu yang lainnya?” aku bertanya ingin tahu.

“Mereka akan segera datang. Yoyok pergi ke toko perkakas untuk membeli peralatan mesin cuci yang rusak. Dia ingin membawa serta anaknya. ‘Perjalanan ke toko perkakas yang pertama bersama Ayah’ kurasa yang dikatakannya padaku.” dia tersenyum. “Apa Ayah mempermasalahkan saat pertama kalinya mengajak Yoyok ke toko perkakas?”
“Aku tak ingat,” aku berkata dengan garing.

Mirna mendekat padaku, dan menaruh tangannya melingkari leherku. “Ini kesempatan Ayah. Kalau Ayah mau… aku nggak menolak.”

Mirna memandangku tepat di mata dan mengangkat tubuhnya dan menciumku lama dan liar. Aku ingin mendorongnya, tapi aku tak tahu dimana aku harus menaruh tanganku. Aku tak mau menyentuh pinggang telanjang itu, dan jika aku menaruh tanganku di dadanya aku pasti akan menyentuh puting susunya. Saat aku masih terkejut dan bingung, aku temukan diriku menikmati ciumannya. Ini sudah terlalu lama, dan aku merasa telah lupa akan rasa lapar yang mulai tumbuh dalam diriku.

Akhirnya aku menghentikan ciuman itu dan mundur dan melepaskan tangannya dari leherku. “Kita tak bisa melakukannya.” aku mencoba menyampaikannya dengan lembut, tapi aku takut itu kedengaran seperti rajukan.

“Ya kita bisa.” Mirna kembali menaruh lengannya di leherku dan mendorong bibirku ke arahnya. Ada gairah yang lebih lagi dalam ciuman kali ini, dan akhirnya penerimaanku. Kali ini saat kami berhenti, ada sedikit kekurangan udara diantara kami berdua, dan aku semakin merasa sedikit bimbang.

Mirna memandangku dengan binar di matanya dan sebuah senyuman di bibirnya. “Ayah menginginkanku. Aku bisa merasakannya. Ayah tak mendapatkan wanita setahun belakangan ini, dan Ayah tak mempunyai tempat untuk melampiaskannya. Dan aku menginginkan Ayah. Jadi tunggu apa lagi…”
Pada sisi ini aku tak mampu berkomentar. Aku menginginkannya. Tapi aku tak dapat meniduri menantuku, bisakah aku? Tapi aku menginginkan dia. Aku merasa pertahananku melemah, dan saat Mirna menciumku lagi, aku jadi sedikit terkejut saat menyadari diriku membalas ciumannya dengan rakus.

“Mmmmm. Itu lebih baik,” katanya saat kami berhenti untuk mengambil nafas. Mirna menarik tangannya dari leherku dan mulai melepaskan kancing celanaku saat menciumku kembali lalu dia mundur. Jadi dia bisa melihat saat dia melepaskan kancing jeansku, menurunkan resletingnya, dan merogoh ke dalam untuk mengeluarkan barangku. Aku terkejut saat terlihat jadi tampak lebih besar di genggaman tangannya yang kecil. Setahun sudah tak disentuh oleh wanita , dan bereaksi dengan cepat, menjadi keras dan cairan pre-cumnya keluar saat dia mengocoknya dengan lembut.

Mirna mundur dan duduk. Saat kepalanya turun, dia menempatkan bibirnya di pangkal penisku yang basah. “Aku rasa aku menyukai bentuknya,” bisiknya sambil menatap mataku. Lalu kemudian dia membuka mulutnya dan dengan perlahan memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Ke dalam dan lebih dalam lagi penisku masuk dalam mulutnya yang lembut, hangat dan basah, dan aku merasa berada di dalam vagina yang basah dan kenyal saat lidahnya menari di penisku. Akhirnya aku merasa telah berada sedalam yang ku mampu, bibirnya menyentuh rambut kemaluanku dan kepala penisku berada entah di mana jauh di tenggorokannya. Penisku tanpa terasa mengejang, dan pinggangku bergerak berlawanan arah dengannya, dan bersiap untuk menyetubuhi wajahnya.

Tapi Mirna perlahan menjauhkan mulutnya dariku, menimbulkan suara seperti sedang mengemut permen. Saat dia bangkit untuk menciumku lagi, aku mengarahkan tanganku diantara pahanya. Aku gosok jeansnya dan dia menggeliat karenanya. “Mmmm, itu pasti nikmat,” katanya. “Tapi biar aku membuatnya jadi lebih mudah.”

Mirna melepaskan kancing celananya dan menurunkan resletingnya, memperlihatkan celana dalam katunnya yang bergambar beruang kecil. Diturunkannya celananya dan melepaskannya dari tubuhnya. Kami melihat ke bawah pada area gelap dibawah sana dimana kewanitaannya bersembunyi, dan kemudian aku sentuh perutnya yang kencang dan terus menurunkan celana dalamnya.

Mirna mengerang dalam kenikmatan saat tanganku mencapai sasarannya dibalik celana dalamnya. Vaginanya serasa selembut pantat bayi, dan aku sadar kalau dia pasti telah mencukurnya sebelum kemari. Terasa basah dan licin oleh cairan kewanitaannya dan membuatku kagum karena itu tak menimbulkan bekas basah di luar jeansnya. Saat tanganku menyelinap dibalik bibir vaginanya dan menyentuh klitorisnya yang mengeras, dia memejamkan matanya dan menekan berlawanan arah dengan jariku.

Mirna menaruh salah satu tangannya di leherku dan mendorong kami untuk sebuah ciuman intensif berikutnya sedangkan tangannya yang lain mengocok penisku dan tanganku terus bergerak dalam lubang basahnya. Saat kami berhenti untuk bernafas, Mirna mundur dan mengatakan sesuatu yang mengejutkan, “Yoyok datang.”

Aku segera melepasnya dan menuju jendela. Ya, mobil Yoyok terlihat di jalan sedang menuju kemari. Mirna pasti melihatnya dari balik bahuku saat kami saling mencumbui leher. Tiba-tiba perasaan bersalah datang menerkam karena hampir saja ketahuan. Aku tak percaya apa yang hampir saja kami lakukan. Dengan tergesa-gesa aku kenakan kemabali celanaku, tapi Mirna menghentikanku dan menangkap tanganku dan melanjutkan kocokannya.

“Hei, tidak boleh. Tak semudah itu Ayah boleh mengakhirinya. Aku telah menunggu terlalu lama untuk ini.”
“Tapi Yoyok hampir datang! Dia akan melihat kita!”

Mirna mengeluarkan penisku dan berjalan ke arah meja dapur. “Ini perjanjiannya,” katanya. “Aku tak akan mengadu pada Yoyok tentang apa yang baru saja kita lakukan kalau Ayah dapat dapat mengeluarkan seluruh sperma Ayah dalam vaginaku sebelum dia sampai kemari.” Sambil berkata begitu, dia menurunkan celananya hingga lutut dan membungkuk di meja itu.
“Dia segera datang!” hampir saja aku teriak.
“Tidak.” Mirna membentangkan kakinya sejauh celananya memungkinkan untuk itu dan dia memandangku lewat bahunya. “Dia harus menggendong bayi dan mengeluarkan semua barangnya. Biasanya dia memerlukan beberapa menit. Sekarang kemarilah dan setubuhi aku.”

Mirna telah telanjang dari pinggang hingga kaki, dan dia memohon padaku agar segera memasukkan diriku dalam tubuhnya. Aku menatap dua lubang yang mengundang itu. Pantatnya begitu kencang dan aku tak terusik saat melihat lubang anusnya yang berkerut kemerahan, dan di bawahnya, bibir vaginanya yang merah, terlihat mengkilap basah. Kakinya tak sejenjang model, tapi lebih kecil dan terasa pas, dan aku membayangkan bercinta dengannya beberapa jam.

Tangannya bergerak kebelakang diantara pahanya dan menempatkan tangannya pada vaginanya. Dengan dua jarinya dilebarkannya bibir vaginanya hingga terbuka, dan aku dapat melihat lubang merah mudanya mengundang penisku agar segera masuk. “Ayo,” katanya. “Ambil aku.”

Aku tak tahu apa dia sedang bercanda saat mengatakannya. Yoyok atau bukan, rangsangan ini lebih dari cukup untuk mereguk birahinya. Aku melangkah ke belakang menantuku dan menempatkan penisku di kewanitaannya. Saat aku mendorong penisku melewati lubang surganya yang sempit, aku dapat merasakan jari Mirna menahan bibir madunya agar tetap terbuka, dan dia melenguh saat aku memegang pinggangnya dan memasukkan diriku padanya.

Mirna telah sangat basah hingga aku dengan mudah melewati vagina mudanya yang sempit. Aku mulai mengayunkan barangku di dalamnya, sebagian didorong oleh nafsu akan tubuh menggairahkannya dan sebagian oleh rasa takut jika Yoyok memergoki kami. Mirna mengerang, dan aku dapat merasakan jarinya menggosok kelentit dan bibir vaginanya sendiri. Nafasnya mulai tersengal, dan setelah beberapa goyangan dariku, dia segera orgasme. Suara rengekan pelan keluar dari bibirnya saat dia mencengkeram pinggiran meja dengan kuat, dan letupan orgasmenya menggoncang kami berdua saat aku menghentaknya.

Itu cukup untuk menghantarku. Aku tak berhubungan dengan wanita dalam setahun ini, dan aku belum pernah mendapatkan yang sepanas Mirna. Aku menahan nafas dan mendorong seluruh kelaki-lakianku ke dalam dirinya. Kami mematung, dan kemudian spermaku menyemprot dengan hebat jauh di dalam surganya. Serasa aku telah mengguyurnya dengan sperma yang panas dan berlebih. Dia mengerang dalam nikmat, menggetarkan pantatnya di seputar penisku saat aku mengosongkan persediaan benihku. Dia melemah seiring dengan habisnya spermaku, dan kami akhirnya berhenti bergerak, kecuali untuk mengambil nafas.

Takut Yoyok akan datang sebelum kami sempat melepaskan diri, aku keluarkan diriku dari tubuhnya dengan bunyi plop yang basah, lalu mundur menjauh dan mengenakan celanaku. Mirna masih tetap berbaring tertelungkup di atas meja merasakan kehangatan campuran cairan birahi kami, pantat telanjangnya masih tetap memanggilku. Aku lihat spermaku dan cairannya mulai meleleh keluar dari bibir surganya. Aku palingkan muka dan melihat Yoyok hampir sampai di pintu belakang, bayi di tangan yang satu dan belanjaan di tangan lainnya.

Aku berbalik dan memohon pada Mirna. ” Ayolah!” kataku. “Kamu telah dapatkan keinginanmu. Dia hampir sampai kemari.”

Mirna bangkit, tatapan matanya masih kelihatan linglung. Dia bergerak ke depanku, menjadikanku sebagai penghalang dari pandangan suaminya saat dia dengan tergesa-gesa memakai celananya.

“Apa kalian sudah siap untuk pertandingannya?” tanya Yoyok sambil membuka pintu.
“Ya,” aku menjawab dari balik punggungku saat aku diam untuk menghalangi Mirna yang menaikkan resletingnya. Setelah dia selesai, aku segera berbalik untuk menyambut Yoyok.

“Ini,” katanya, menyodorkan bayinya padaku dan meletakkan belanjaannya diatas meja dapur.
“Urus ini, aku akan mengambil popok bayi.” Yoyok melangkah ke pintu yang masih terbuka, dan aku menghampiri Mirna. Dia masih terlihat sedikit linglung.

“Hampir saja,” kataku.
“Sini, biar aku yang menggendongnya.”
Aku berikan bayinya. Mirna memberiku pemandangan seraut wajah dari seorang wanita yang puas sehabis bersetubuh, dan memberiku ciuman hangat yang basah.

“Masih ada satu hal lagi yang harus kuketahui,”katanya.
“Apa itu?”
“Kalau aku ingin, bisakah aku mendapatkannya besok?”

Dan dia melenggang begitu saja tanpa menunggu jawabanku yang hanya melongo bengong. Dia yakin kalau akan bersedia…
Read more...

Kamis, 10 Februari 2011

*2

Namaku Doni, cukup terkenal di sekolahku. Mungkin karena aku bandel dan sering berganti-ganti cewek. Banyak teman sekolahku yang pernah aku tiduri. Mereka tergila-gila setelah menikmati batang ku yang luar biasa dan tahan lama kalau bersetubuh.



Sore itu, setelah semua pelajaran selesai aku bergegas pulang kerumah. Semua buku-buku sudah kumasukkan kedalam tas. Kustart sepeda motorku menuju jalan raya. Tapi di tengah perjalanan aku baru ingat, pulpenku tertinggal di dalam kelas. Dengan tergesa-gesa aku balik lagi ke sekolahku. Setelah mengambil kembali pulpenku, aku berjalan lagi menuju parkir sepeda motorku. Untuk mencapai tempat parkir, aku harus melewati ruangan guru.



Ketika melewati ruangan guru-guru, aku mendengan suara mendesah-desah disertai rintihan-rintihan kecil. Aku penasaran dengan suara-suara itu. Aku mendekati pintu ruangan, suara-suara itu semakin keras. Aku semakin penasaran dibuatnya. Kubuka pintu ruangan, dengan berjalan mengendap-endap, aku mencari tahu darimana datangnya suara-suara itu. Begitu mendekati ruangan Bu siska, aku terkejut. Disana kulihat Bu Siska, guru bahasa Inggrisku yang telah setahun menjanda, sedang bercumbu dengan Pak Rio, guru olahragaku, dalam posisi berdiri.



Bibir mereka saling kecup. Lidah mereka saling sedot. Tangan Pak Rio meremas-remas pantat Bu Siska yang padat, sedangkan tangan Bu Siska melingkar dipinggang Pak Rio. Mereka yang sedang asik tak tahu akan kehadiranku. Aku mendekati arah mereka. Aku membungkukkan badan dan bersembunyi dibalik meja, mengintip mereka dari jarak yang sangat dekat.



Mereka menyudahi bercumbu, kemudian Pak Rio duduk dipinggir meja, kakinya menjuntai kelantai. Bu Sisca berdiri didepannya. Bu siska mendekati Pak Rio, dengan buasnya dia menarik celana panjang Pak Rio. Tak ketinggalan celana dalam Pak Rio juga diembatnya. Hingga Pak Rio setengah telanjang. Bu Siska menguru-urut batang Pak Rio. pwnis yang tidak begitu besar, sedikit demi sedikit menegang. Bu Siska membungkukkan tubuhnya, hingga wajahnya pas diatas selangkangan Pak Rio. batang Pak Rio diciuminya.



“Isep.. sayang.. isep.. batangku” suruh Pak Rio.

Bu Siska tersenyum mengangguk. Dia mulai menjilati kepala penis Pak Rio. Terus turun kearah pangkalnya. Bu Siska sangat pintar memainkan lidahnya penis Pak Rio.

“Oohh.. enakk.. sayang.., truss.., truss”.



Pak Rio mengerang ketika Bu Siska mengulum penisnya. Seluruh batang Pak Rio masuk kemulutnya. penis Pak Rio maju mundur didalam mulut Bu Siska. Tangan Bu Siska mengurut-urut buah telur nya. Pak Rio merasakan nikmat yang luar biasa. Matanya merem melek. Pantatnya diangkat-angkat. Aku sangat terangsang melihat pemandangan itu. Kuraba-raba punyaku yang menegang. Kubuka retsleting celanaku.Kukocok-kocok batang ku dengan tanganku. Birahiku memuncak. Ingin rasanya aku bergabung dengan mereka, tapi keinginan itu kutahan, menunggu saat yang tepat.



Lima belas menit berlalu, Pak Rio menarik dan menjambak kepala Bu Siska.

“Akhh.., akuu.. mauu.., ke.. keluar sayang” Pak Rio menjerit histeris.

“Keluarin aja sayang, aku ingin meminumnya” sahut Bu Siska.

Bu Siska tak mempedulikannya. Semakin cepat dikulumnya penis Pak Rio dan tangan kanannya mengocok-ngocok pangkal penis Pak Rio seirama kocokan mulutnya. batang Pak Rio berkedut-kedut, otot-ototnya menegang.



Dan crott! crott! crott! Pak Rio menumpahkan spermanya didalam mulut Bu Siska. Bu Siska meminum cairan sperma itu. penis Pak Rio terus dijilatinya, hingga seluruh sisa-sisa sperma Pak Rio bersih. penis Pak Rio kemudian mengecil didalam mulutnya.



Pak Rio yang sudah mencapai orgasme kemudian turun dari meja.

“Kamu puas sayang dengan serviceku” tanya Bu siska.

“Puas sekali, kamu pitar sayang” puji Pak Rio sambil tersenyum.

“Gantian sayang, sekarang giliranmu memberiku kepuasan” pinta Bu Siska.

Bu Siska melepaskan gaunnya, juga pakaian atasnya, hingga dia telanjang bulat. Astaga ternyata Bu Siska tak memakai apa-apa dibalik gaunnya. Aku dapat melihat dengan jelas lekuk tubuh mulusnya, putih bersih, ramping dan sexy dengan buah dada yang besar dan padat, juga bentuk kewanitaannya yang indah dihiasi bulu-bulu yang dicukur tipis dan rapi.



Bu Siska kemudian naik keatas meja, kakinya diselonjorkan kelantai. Pak Rio mendekatinya. vagina Bu Siska diusap-usp dengan tangannya. Jari-jarinya dimasukkan, mencucuk-cucuk vagina Bu Siska. Bu Siska menjerit nikmat.

“Isep sayang, isep punyaku sayang” pinta Bu Siska menghiba.

Pak Rio menurunkan wajahnya mendekati selangkangan Bu Siska. Lidahnya dijulurkan vagina Bu Siska. Disibaknya bibir mvagina Bu Siska dengan lidahnya. Pak Rio mulai menjilati kewanitaan Bu Siska.

“Oohh.. truss.. sayang.., jilatin terus.., akhh” Bu Siska mendesah.

Pak Rio dengan lihainya memainkan lidahnya dibibir vagina Bu Siska. Dihisapnya vagina Bu Siska dari bagian luar kedalam. liang kewanitaan Bu Siska yang merah dan basah dicucuk-cucuknya. Kelentitnya disedot-sedot dengan mulutnya.

“Oohh.., enakk.., truss.., truss.., sayang” jerit Bu Siska.



Hampir seluruh bagian vagina Bu Siska dijilati Pak Rio. Tanpa sejengkalpun dilewatinya.

“Akkhh.., akuu.. mauu.. ke.. keluar.. sayang” erang Bu Siska.

vaginanya berkedut-kedut. Otot-otot vaginanya menegang. Dijambaknya rambut Pak Rio, dibenamkannya keselangkangannya.

“A.. akuu.., keluarr.., sayang” Bu Siska menjerit histeris ketika mencapai orgasme. vaginanya sangat basah oleh cairan spermanya. Pak Rio menjilati selangkangannya hingga bersih.



“Kamu puas Sis?” tanya Pak Rio pendek.

“Belum! layani aku sayang, aku ingin merasakan penislmu” pinta Bu Siska.

“Maaf Sis! Aku tak bisa, aku harus pulang”.

“Nanti istriku curiga, aku pulang sore” sahut Pak Rio menolak.

“Kamu pengecut Rio! Dikasih enak aja takut!” kata Bu Siska jengkel.

Matanya meredup, memohon pada Pak Rio. Pak Rio tak mempedulikannya. Dia mengenakan celananya, kemudian berlalu meninggalkan Bu Siska yang menatapnya sambil memohon.



Ini kesempatanku! Pikirku dalam hati. Nafsu birahiku yang sudah memuncak melihat mereka saling isap, ingin disalurkan. Setelah Pak Rio berlalu, kudekati Bu Siska yang masih rebahan diatas meja. Kakinya menggantung ditepi meja. Dengan hati-hati aku berjalan mendekat. Kulepaskan baju seragamku, juga celanaku hingga aku telanjang bulat. batangku yang sudah menegang, mengacung dengan bebasnya. Sampai didepan selangkangan Bu siska, tanganku meraba-raba paha mulusnya. Rabaanku terus keatas kebibir vaginanya. Dia melenguh. Kusibakkan bibir vaginanya dengan tanganku. Kuusap-usap bulu kewanitaannya. Kudekatkan mulutku keselangkangannya. Kujilati bibir vaginanya dengan lidahku.



“Si.. siapa.., kamu” bentak Bu Siska ketika tahu vaginanya kujilati.

“Tenang Bu! Saya Doni murid Ibu! Saya Ingin memberi Ibu kepuasan seperti Pak Rio” sahutku penuh nafsu.

Bu Siska tidak menyahut. Merasa mendapat angin segar. Aku semakin berani saja. Nafsu birahi Bu Siska yang belum tuntas oleh Pak Rio membuatnya menerima kehadiaranku.



Aku melanjutkan aktivitasku menjilati vagina Bu Siska. Lubang kewanitaannya kucucuk dengan lidahku. Kelentitnya kusedot-sedot.

“Oohh.., truss.. Don.., truss.. isep.. sayang” pintanya memohon.

Hampir setiap jengkal dari vagina Bu siska kujilati. Bu Siska mengerang menahan nafsu birahinya. Kedua kakinya terangkat tinggi, menjepit kepalaku.



Lima belas menit berlalu aku menyudahi aktivitasku. Aku naik keatas meja. Aku berlutu diatas tubuhnya. batang kuarahkan kemulutnya. Kepalanya tengadah. Mulut terbuka menyambut kehadiran batangku yang tegang penuh.

“Wow! Gede sekali pudnyamu don!” katanya sedikit terkejut.

“Isep Bu! Isep punyaku !” pintaku.



Bu Siska mulai menjilati kepala batangku, terus kepangkalnya. Pintar sekali dia memainkan lidahnya.

“Truss.. Buu.. teruss.., isepp” aku mengerang merasakan nikmat.

Bu Siska menghisap-isap penisku . penis ku keluar masuk didalam mulutnya yang penuh sesak.



“Akuu.. tak.., tahann.., sayang! layani aku sayang” pintanya.

“Ya.., ya.. Buu” sahutku.

Aku turun dari meja, berdiri diantara kedua pahanya. Kugenggam batangku, mendekati lubang kewanitaannya. Bu Siska melebarkan kedua pahanya, menyambut penisku. Sedikit demi sedikit batangku memasuki lubang vaginanya. Semakin lama semakin dalam. Hingga seluruhnya amblas dan terbenam. vaginanya penuh sesak oleh batangku.

Aku mulai mengerakkan pantatku maju mundur. Klecot!Klecot! Suara batangku ketika beradu dengan surganya.

“Ooh.., nik.. matt.., sayang.., truss” Bu Siska mendesah.



Kuangkat kedua kakinya kebahuku. Aku dapat melihat dengan jelas penisku yang bergerak-gerak maju mundur.

“Ooh.., Buu.., enakk.. banget.., memekmu.., hangat” desahku.



Sekitar tiga puluh menit aku menggenjotnya, kurasakan liangnya berkedut-kedut, otot-ototnya menegang.

“Akuu.., tak.. tahan.., Don, aku.. mau.. keluarr” jeritnya.

“Tahan.. Buu.., aku.. masih tegang” sahutku.

Dia bangun duduk dimeja memegang pinggangku erat-erat, mencakar punggungku.

“Akkhh.., akuu.. keluar” Bu Siska menjerit histeris.

Nafasnya memburu. Dan kurasakan vaginanya sangat basah, Bu siska mencapai orgasmenya. Ibu guruku yang sudah berumur 37 tahun menggelepar merasakan nikmatnya kusetubuhi.



Aku yang masih belum keluar, tak mau rugi. Kucabut punyaku yang masih tegang. Kuarahkan kelubang anusnya. Kedua pahanya kupegang erat.

“Ja,.jangan.., Don” teriaknya ketika kepala penisku menyentuh lubang anusnya.

Aku tak memperdulikannya. Kudorong pantatku hingga setengah batang batangku masuk kelubang anusnya yang sempit.

“Aow! Sakitt.. cabutt.., Don.., aku.. sakitt.. jangan” teriaknya keras.

Kusodok terus hingga seluruh batang penisku amblas. Kemudian dengan perlahan tapi pasti kugerakkan pantatku maju mundur.



Teriakan Bu Siska mengendor. Berganti dengan desahan-desahan dan rintihan kecil. Bu Siska sudah bisa menikmati sentuhan batangku dianusnya.

“Jadi dicabut ngga Bu” candaku.

“Jangan sayang, enak banget” katanya sambil tersenyum.



Kusodok terus lubang anusnya, semakin lama semakin cepat. Bu Siska menjerit-jerit. Kata-kata kotor keluar dari mulutnya. Aku semakin mempercepat sodokanku ketika kurasakan akan mencapai orgasme.

“Buu.., akuu.. mauu.. ke.. keluarr” aku melolong panjang.

“Akhh.. akuu juga sayang” sahutnya.



Crott! Crott! Crott! Aku menumpahkan sperma yang sangat banyak dilubang anusnya. Kutarik batanglku. Kuminta dia turun dari meja untuk menjilati batangku. Bu Siska menurutinya. Dia turun dari meja dan berlutut dihadapanku. penisku dikulumnya. Sisa-sisa spermaku dijilatinya sampai bersih.



“Kamu hebat Don, aku puas sekali” pujinya.

“Aku juga Bu” sahutku.

“Baru kali ini liangku dimasuki penis yang sangat besar” katanya.

“Ibu mau khan terus menikmatinya” kataku.

“Tentu sayang” jawabnya sambil berdiri dan mengecup bibirku.



Kami beristirahat sehabis merengkuh kenikmatan. Kenikmatan selanjutnya kudapatkan dirumahnya. Bu Siska, guruku ternyata hyperseks. Dia kuat sekali bersenggama. Satu malam bisa sampai empat kali. Selanjutnya Bu Siska menjadi salah satu koleksi cewek-cewek yang pernah kutiduri. Kapanpun aku mau, dia tak pernah menolaknya. Dan yang paling dia sukai adalah disodomi. Dia juga menyukai pesta seks.
Read more...

*1

Ami dalam keadaan terjepit. Dia bekerja sebagai.., well Donna sendiri bingung menyebutnya, dia berkerja sebagai stripper untuk pesta-pesta pribadi orang-orang khusus. Dia bukan seorang pelacur, ia tidak pernah mau ditiduri lalu dibayar oleh orang-orang itu, ia hanya menari telajang di hadapan orang-orang yang menyewanya. Donna sendiri baru mengetahui ini beberapa bulan yang lalu, dan Donna sudah berjanji untuk tutup mulut mengenai hal itu. Bagi Donna itu bukan masalah, karena paling tidak Ami tidak serendah pelacur yang mau ditiduri oleh setiap orang, lagipula bagi Donna dia adalah temannya yang paling berharga.



Orang-orang yang akan menyewa Ami di akhir minggu ini meminta ia dan seorang pelayan wanita yang mau bertelanjang dada untuk menyuguhkan bir pada mereka. Ami menawari Donna sebanyak 1 juta untuk bekerja sama dengan dia. Tawaran Ami sebenarnya menarik bagi Donna, tapi Donna sama sekali tidak berniat bertelanjang dada di hadapan laki-laki yang sedang berpesta. Donna lalu menawarkan diri untuk membantu menjadi pelayan tapi dengan mengenakan pakaian. Ami lalu menawari Donna hanya 250 ribu tapi karena ia sangat butuh uang maka ia juga setuju dengan tawaran Donna. Ami lalu mengatakan kapan waktu dan tempatnya dan semuanya sudah disiapkan.



Walaupun Donna tidak ingin melepaskan pakaiannya, tapi ia ingin membuat pekerjaan Ami memuaskan pelanggannya. Donna kemudian memutuskan untuk mengenakan bikini berwarna biru sebelum ia memakai t-shirt putih ketat dan celana hitamnya. Kalau pesta kali ini berjalan lancar mungkin Ami mau memakainya lagi dilain waktu pikir Donna. Donna sama sekali tidak berharap perhatian orang-orang itu akan tertuju kepadanya, apalagi Ami ada di sana, karena Ani yang akan telanjang dan tubuh Ami jauh lebih bagus dari tubuh Donna. Donna sama sekali tidak berharap bahwa buah dadanya yang berukuran 32B akan menarik perhatian orang bila dibandingkan dengan milik Ami yang 38C itu.



Setelah Donna berpakaian, Ami menelepon Donna dan mengatakan ia masih bisa mengantar Donna pulang ke rumahnya nanti tapi ia tidak bisa menjemput Donna. Donna mengatakan itu bukan masalah, ia akan naik taksi. Ami memberikan alamat vila tempat pesta itu dan berkata akan menemui Donna di sana. Donna sama sekali salah memperkirakan jarak dan waktu, dan ia sampai sejam sebelum waktu yang dikatakan oleh Ami. Malam itu dingin sekali, dan Donna sama sekali tidak ingin berdiri sendirian di luar, jadi ia menuju pintu dan mengetuk pintu. Seorang yang tampan dan kekar membuka pintu.

"Halo! Saya Freddy! Silakan masuk! Hei temen-temen! Penarinya udah dateng nih!"

"Tunggu, bukan, bukan, tunggu dulu", Donna memerah, dan berbicara cepat-cepat. "Saya pelayannya! Ami akan datang sejam lagi!".

"Oh, oke, ayo sekarang biar saya bantu lepasin mantel dan kaos kamu, dan kamu bisa mulai menyuguhkan minuman."

Wajah Donna memerah lagi.



"Saya pikir Ami sudah bilang kalau saya tidak akan telanjang dada di sini, maaf."

Freddy tampak kecewa sekali. Donna mengambil nafas dalam-dalam.

"Begini saja, saya buka kaos saya dan saya pakai bikini di bagian atas bagaimana?" Donna melepaskan kaosnya, puting susunya langsung mecuat karena udara dingin. Ia merasa jengah pada saat itu.

"Yah, okelah, paling tidak si Ami nanti akan telanjang juga. Saya simpan kaos dan mantel kamu di lemari ini ya."



Di sana ada gentong dari kayu yang berisi bir dengan keran di bawahnya, juga ada cangkir-cangkir plastik. Pekerjaan Donna hanya mengisi cangkir itu dan menyuguhkannya pada orang yang memintanya. Ada sekitar tiga puluh laki-laki di ruangan itu, dan itu membuat Donna sibuk sekali. Dan percakapan mereka ternyata mereka adalah mandor-mandor yang akan berpesta setelah pekerjaan mereka membangun gedung pencakar langit selesai. Donna sendiri tidak tahu berapa bayaran Ami tapi ia sedikit heran bagaimana mandor-mandor bangunan itu dapat membayar tarif Ami yang Donna kira bisa diatas dua juta semalam.



Semua orang-orang itu bertingkah sopan, kecuali seorang yang terus berusaha menarik ikatan bikin Donna hingga hampir terlepas sampai lima kali, Donna juga menikmati pekerjaannya. Donna menyukai musik yang diputar dari CD Player, ia lama-kelamaan terhanyut dan menari-nari kecil ketika menunggu seseorang yang meminta bir lagi. Freddy dan teman-temannya bertepuk tangan ketika melihat Donna menari. Donna sendiri sudah minum beberapa gelas bir, dan memutuskan untuk memberikan hiburan sedikit, ia menendang sepatu yang dipakainya dan sambil menari sensual ia menurunkan celananya, membuat ia hanya tinggal mengenakan bikini. Donna sedang membereskan cangkir-cangkir di meja bar ketika ia mendengar telepon berbunyi. Freddy mengangkatnya.

"Yep, ini gue.., Apa?, Waduh, masa kamu nggak bisa numpang temen sih? Yah, ya udah deh, beginian kok terjadi sih? Oh ya, nanti gue kasih tau. Oke, nggak pa-pa, kita oke di sini kok. Bye."

"Temen-temen! Penarinya baru telepon tadi, mobilnya rusak berat, dan dia nggak bisa dateng!".



Tiba-tiba Donna merasa sendiri. Donna kemudian meminta maaf untuk Ami sekali lagi. Dan ia meminta agar mantel dan kaosnya diambilkan.

"Saya akan mengerti kalau kamu menolak tawaran ini, tapi saya dan temen-temen akan bayar satu setengah juta kalau kamu mau tetap tinggal dan telanjang dada."

Ia mengeluarkan ikatan uang dari saku celananya. Donna merasakan angin dingin di seluruh tubuhnya, tapi ia menerima uang itu. Ia memasukan uang itu ke cangkir yang ada di bar, dan menari di hadapan mereka sembari melepaskan ikatan bikini bagian atasnya dan membiarkannya jatuh ke lantai. Freddy mengambilnya dan membawanya keluar menaruhnya bersama barang-barang Donna yang lain.



Selama beberapa menit berikutnya, Donna menari dengan kedua tangan menyilang di depan dadanya, dan bergerak dengan kikuk. Mereka tertawa geli dengan kekikukan Donna dan membuat Donna juga tertawa. Donna kemudian mulai menari lebih cepat bergantian dengan pria yang satu ke pria yang lain. Donna membiarkan mereka menyentuh puting susunya, memegangnya dan menjilatinya. Donna menikmati semua itu hingga tiba-tiba ia merasa bikini bawahnya ditarik turun hingga ke lututnya. Ia menjerit dan cepat menariknya kembali ke atas hingga ia terjatuh ke lantai. Seseorang yang gemuk dan kasar berdiri di hadapan Donna sambil tertawa. Dua orang membantu Donna berdiri, Freddy berlari mendekat dan menyuruh orang gendut tadi menjauh. Kemudian ia memandang Donna.

"Hei, ini satu setengah juta lagi, bisa kan kamu lepas bagian bawah kamu juga?" Donna menggelengkan kepalanya, Freddy kemudian mengeluarkan semua uang dari sakunya.

"Kami cuma punya ini, kamu dapet tiga setengah juta. Itu lebih banyak dari bayaran untuk Ami. Ayolah."



Tangan Donna gemetar ketika ia mengambil uang itu. Donna tidak tahu ia gemetar karena ia akan telanjang bulat atau karena ia baru saja menerima uang yang banyak, tapi Donna sangat gugup sekarang. Donna menaruh uang tadi ke cangkir dan meminum secangkir penuh bir. Ia hampir tersedak tapi ia hanya tertawa dan mulai menari lagi. Ketika Donna menarik bikininya turun ia berbalik dan mengoyangkan pantatnya kepada penonton. Kemudian ia berbalik lagi dan melemparkan bikiniya ke Freddy dan mulai menari telanjang bulat, tangan Donna terbuka lebar memperlihatkan seluruh tubuhnya, tak tertutup selembar benangpun. Freddy menghilang sebentar dan kembali lagi.



Setelah satu lagi selesai, Donna kembali mengedarkan minuman, dan ia duduk di pangkuan setiap laki-laki yang membutuhkan bir. Pantat Donna berulang kali dipukul, dicubit dan diremas oleh mereka. Donna juga sempat menari bersama mereka, tangan-tangan mereka biasanya mendarat di kedua belahan pantat Donna ketika mereka menari bersama. Donna melihat Freddy berdiri dan mengamati dirinya. Donna menjauh dari pria yang sedang berdansa dengannya dan mendekat pada Freddy dengan tangan terbuka. Sebelum tangan Freddy sempat menarik tangan Donna, pria yang tadi menarik bikini Donna, tiba-tiba sudah berjalan di hadapan Donna. Di bawah perutnya tampak tonjolan yang besar sekali.



"Sekarang lo musti kulum punya gue!" Ia mendorong Donna hingga jatuh berlutut. Ketika Donna berusaha berdiri lagi, dua pria memegangi tangannya dan menahannya gara tetap berlutut. Donna meronta-ronta, ia melihat Freddy berlari mendekat, wajahnya tampak marah. Hati Donna sedikit tenang, merasa akan ditolong. Donna menatap Freddy dan menyadari ternyata ia marah terhadap dirinya.

"Denger, nona manis! Kita sudah bayar lo tiga juta lebih! Kita mengharapkan servis lo dari duit sebanyak itu tau?!" Ia mengambil cangkir berisi uang Donna dan memasukkannya lagi ke saku celananya.

"Lo tau, semenit yang lalu lo mungkin seperti cewek panggilan kelas tinggi, tapi sekarang lo cuma cewek murahan! Yang dia mau cuma masuk ke mulut lo, dan sekarang setiap orang akan dapet giliran paling nggak satu kali!"



Pria gendut itu maju dan memasukkan penisnya ke dalam mulut Donna. Tubuhnya bau keringat. Donna tersedak karena ukuran penis itu dan juga karena rasa dan bau dari penis pria itu. Testis orang itu yang berambut dan besar memukul-mukul dagu Donna ketika pria itu bergerak keluar masuk di mulut Donna. Dia kemudian menarik penisnya keluar dan meyemburkan sperma kental ke dalam mulut Donna yang terbuka, kemudian ke wajahnya. Semua orang bersorak, dan pria lain maju dan memasukan penisnya ke mulut Donna. Penisnya tidak terlalu besar dan baunya tidak menyengat seperti tadi. Dunia Donna seakan berputar-putar, ia tidak bisa lagi memusatkan perhatiannya. Pria tadi menyeburkan spermanya masuk ke mulut Donna dan pria lain maju menggantikannya.



Setelah sedikitnya tujuh orang melumuri wajah Donna dengan sperma mereka, Donna didorong hingga jatuh di atas lutut dan tangannya. Freddy mendekat dari belakang Donna. Ia juga berlutut dan memegang pinggul Donna. Dengan satu dorongan kasar, ia memasukan penisnya ke vagina Donna. Donna tersentak dan memohon Freddy untuk berhenti. Ia bahkan menawarkan untuk melayani Freddy di tempat lain, di tempat yang lebih tertutup, tapi ia hanya tertawa. Semua orang berkumpul dan menonton Donna diperkosa tak berdaya.



Setelah beberapa lama, menjerit-jerit kesakitan dan melolong ketika penis Freddy merobek selaput daranya, Freddy memuntahkan spermanya ke dalam vagina Donna dan menariknya keluar. Pria lain maju dan memasukan penisnya ke vagina Donna sementara yang lain masuk ke mulutnya. Keduanya langsung bergerak sendiri-sendiri, tapi kemudian mulai bergerak berirama, keluar masuk tubuh Donna dari depan dan belakang. Mereka lebih cepat mencapai orgasme dalam vagina Donna, tapi Donna tidak menyadari itu semua, karena ia terus menangis dan memohon mereka untuk berhenti.



Kemudian Donna mendengar suara pria gendur tadi berbicara, tapi ia tidak mendengar dengan jelas, tapi pria yang ada di belakangnya langsung merebahkan dirinya hingga sekarang ia masuk dari bawah Donna dengan Donna terbaring merangkak di atasnya, sementara pria di mulut Donna menari penisnya tanpa sempat orgasme. Donna kemudian merasakan sesuatu yang besar dan keras mendorong masuk anusnya. Donna tidak bisa mengeluarkan jeritan, tapi ia langsung meronta tak terkendali, kakinya menendang-nendang, tangannya mengibas-mengibas. Pria itu terus mendorong, dan Donna langsung merasa perih dan nyeri dan sadar ia telah berdarah-darah.



Pria itu terus mendorong lebih keras dan perlahan mulai masuk ke anus Donna, sementara dua pria yang lain terus bergerak keluar masuk tak peduli dengan kesakitan Donna. Pria gendut itu sudah setengah masuk ketika ia berhenti dan memegang pinggul Donna. Donna menjerit-jerit tak terkendali ketika pria itu dengan paksa mendorong penisnya masuk ke anus Donna seluruhnya. Pria itu mulai bergerak, perlahan pada mulanya, tapi lama kelamaan darah dari anus Donna membuat gerakannya makin cepat dan lancar. Kedua pria itu mulai bergerak bersama-sama, dan ketika jeritan Donna mulai lirih dan ia hanya merintih, kembali penis masuk ke mulutnya. Tiga buah penis bergerak keluar masuk dari tubuh Donna, Donna merasa dirinya lumpuh tak bisa bergerak dan kesakitan. Tangan Donna juga dipaksa untuk mengocok dua buah penis lain. Dan hampir bersamaan, semuanya berejakulasi, di mulut, vagina, anus dan kedua tangan Donna, membuat tubuh Donna berlumuran sperma. Setelah mereka menarik penisnya keluar dari tubuh Donna, Donna melihat Ami berdiri di depannya.

"Ami, tolong aku! Tolong! Lihat apa yang mereka lakukan!" Ami hanya tertawa.

"Oh Donna, lo naif sekali sih? Ini semua renca gue tau?! Gue benci lo! Lo dan badan lo yang ramping itu, bikin seluruh mahasiswa tertarik sama lo. Lo inget Johan? Dia tunangan gue waktu lo ketemu dia?".

"Johan? Tapi dia nggak bilang apa-apa waktu itu, dia..".



Sebelum sempat Donna menyelesaikan perkataanya, Freddy sudah mendekat dan mengangsurkan uang tadi ke Ami.

"Nih, Mi. Ini bener-bener memuaskan!".

"Sebenarnya nggak. Dengan begini aja gue udah puas, simpen aja uang lo. Tapi gue musti dapetin video yang lo rekam tadi ya."

"Nggak masalah, thanks ya!".



Setelah Ami pergi, setiap orang kembali mengambil gilirannya atas Donna, setiap orang memperkosa Donna setidaknya dua kali. Freddy kemudian mendekat dan mengumpulkan setiap orang.

"Kita musti berterima kasih pada Ami buat hadiah ini, dan jangan lupa kita juga musti berterima kasih pada Donna atas pelayanannya. Dan setiap orang berbaris bergantian meremas buah dada Donna hingga memar keunguan.

"Pesta udah selesai sayang! Lo musti pergi dari sini." Kata Freddy di depan wajah Donna yang setengah sadar.

"Baju saya, mana baju saya, saya mohon kembalikan baju saya." Kata Donna lirih.

"Baju lo ada di halaman belakang, lo musti amblil sendiri soalnya kita semua mau pulang sekarang."



Donna merangkak menuju sebuah pintu yang menghubungkan ruangan itu dengan halaman belakang villa itu. Freddy membukakan pintu bagi Donna, dan ketika Donna merangkak keluar, Freddy menendang pantat Donna hingga ia tersungkur ke halaman belakang. Kemudian Freddy menutup pintu dan terdengar suara kunci diputar. Donna memandang sekelilingnya tapi ia tidak melihat pakaiannya. Tubuh dan rambut Donna terasa lengket dan tubuhnya menggigil kedinginan. Kemudian Donna melihat ke atas dan melihat pakaiannya di atas digantungkan di atas kawat telepon yang melintas, sama sekali tidak terjangkau oleh Donna.



Dan ketika Donna masih dalam keadaan merangkak, ia mendengar sesuatu berlari medekatinya, Donna berusaha berbalik untuk melihat siapa itu, tapi mahluk itu sudah melompat dan menyergap tubuh Donna dari belakang, sebuah penis masuk dengan mudah ke dalam vagina Donna. Donna meronta-ronta ditindih mahluk itu dari belakang, tapi ia terlalu kuat bagi Donna yang telah lemas.



Tiba-tiba penis di dalam vagina Donna bergetar dan makin membesar. Hingga seukuran pergelangan tangan Donna, penis itu terjepit di dalam vagina Donna, tanpa bisa ditarik keluar. Dan mahluk itu lalu mengonggong dan melolong, dan setelah sejam kemudian penisnya menyemburkan sperma ke dalam vagina Donna, kemudian ditarik keluar. Donna langsung tersungkur ke depan dan berbaring telentang. Satu hal yang terlihat jelas oleh Donna adalah wajah seekor anjing besar mendekat ke wajahnya dengan lidah terjulur.

Ketika lidah anjing itu menjilati mukanya, pandangan Donna kabur dan akhirnya ia tak sadarkan diri lagi.
Read more...
 
 

Designed by: Compartidísimo
Scrapping elements: Deliciouscraps©